tag:blogger.com,1999:blog-68313269467064065172024-02-20T01:30:02.440-08:00HINDU AGAMAKUWiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-15098023008487407842011-07-29T08:14:00.000-07:002011-07-29T08:17:58.636-07:00Tabuh Rah dan Tajen<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://nakbalibelog.files.wordpress.com/2010/12/tajen.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 283px; height: 254px;" src="http://nakbalibelog.files.wordpress.com/2010/12/tajen.jpg" alt="" border="0" /></a>Tabuh Rah adalah bagian dari upacara agama khususnya dalam upacara pecaruan. Tajen adalah adu ayam bertujuan judi dan pertaruhan.</span> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Mengenai Tabuh Rah, sudah diatur dalam Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu hasil seminar PHDI tahun 1976 di Denpasar. Sumber sastra Tabuh Rah adalah: Lontar Siwatattwapurana dan Yadnyaprakerti.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Pelaksanaan Tabuh Rah adalah upakara (banten) diiringi puja mantra yang dilengkapi dengan taburan darah binatang korban antara lain ayam, itik, babi, kerbau di mana darahnya keluar dari di sambleh atau perang sata, dilanjutkan dengan mengadu kemiri, telor, kelapa.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Perang sata (adu ayam) dalam Tabuh Rah hanya dilaksanakan tiga ronde (telung perahatan) di tempat melaksanakan upacara agama, dapat menggunakan toh (taruhan) tetapi hasil kemenangan taruhan itu dihaturkan seluruhnya sebagai dana punia kepada Sang Yajamana.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Adu ayam yang pelaksanaannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan di atas tidak dapat disebut sebagai Tabuh Rah.</span></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-90800137164265332782011-07-27T20:21:00.000-07:002011-07-29T07:49:55.488-07:00Wanita dalam Pandangan Hindu<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://images.artnet.com/WebServices/picture.aspx?date=20070818&catalog=122274&gallery=424648571&lot=00111&filetype=2"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 188px; height: 236px;" src="http://images.artnet.com/WebServices/picture.aspx?date=20070818&catalog=122274&gallery=424648571&lot=00111&filetype=2" alt="" border="0" /></a><span style="font-family:arial;font-size:100%;">Wanita berasal dari Bahasa Sanskrit, yaitu Svanittha, di mana kata Sva artinya “sendiri” dan Nittha artinya “suci”. Jadi Svanittha artinya “mensucikan sendiri” kemudian berkembang menjadi pengertian tentang manusia yang berperan luas dalam Dharma atau “pengamal Dharma”.</span><span style="font-family:arial;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Dari sini juga berkembang perkataan Sukla Svanittha yang artinya “bibit” atau janin yang dikandung oleh manusia, dalam hal ini, peranan perempuan. Wanita sangat diperhatikan sebagai penerus keturunan dan sekaligus “sarana” terwujudnya Punarbhava atau re-inkarnasi, sebagai salah satu srada (kepercayaan/ keyakinan) Hindu.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Sejak mengalami menstruasi pertama, seorang wanita sudah dianggap dewasa, dan juga merupakan ciri/ tanda bahwa ia mempunyai kemampuan untuk hamil. Oleh karena itu peradaban lembah sungai Indus di India sejak beribu tahun lampau senantiasa menghormati dan memperlakukan wanita secara hati-hati terutama ketika ia menstruasi.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Wanita yang sedang menstruasi dijaga tetap berada di dalam kamar agar terlindung dari mara bahaya. Lihatlah kisah Mahabharata ketika Drupadi, istri Pandawa yang sedang menstruasi menjadi korban taruhan kekalahan berjudi Dharmawangsa dari Pandawa melawan Sakuni di pihak Korawa. Ia diseret keluar dan coba ditelanjangi oleh Dursasana di depan sidang.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Dewa Dharma melindungi Drupadi sehingga kain penutup badan Drupadi tidak pernah habis, tetap melindungi tubuh walau bermeter-meter telah ditarik darinya.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Sejak awal Drupadi sudah mengingatkan Dursasana, bahwa ia sedang haid, tidak boleh diperlakukan kasar dan dipaksa demikian. Akhirnya dalam perang Bharatayuda, Dursasana dibinasakan Bima, dan Drupadi menebus kaul dengan mencuci rambutnya dengan darah Dursasana.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Wanita yang sedang menstruasi harus diperlakukan khusus karena di saat itu ia memerlukan ketenangan fisik dan mental.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Namun perkembangan tradisi beragama Hindu di Bali menjadi berbeda, seperti yang disebutkan dalam Lontar Catur Cuntaka, bahwa wanita yang sedang haid tergolong “cuntaka” atau “sebel” atau dalam bahasa sehari-hari disebut “kotor”, sehingga ia dilarang sembahyang atau masuk ke Pura. Ini perlu diluruskan sesuai dengan filosofi Hindu yang benar.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Wanita dewasa hendaknya dinikahkan dengan cara-cara yang baik, sesuai dengan Kitab Suci Manava Dharmasastra III. 21-30, yaitu menurut cara yang disebut sebagai Brahmana, Daiva, Rsi, dan Prajapati.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Brahmana wiwaha adalah pernikahan dengan seorang yang terpelajar dan berkedudukan baik; Daiva wiwaha adalah pernikahan dengan seorang keluarga Pendeta; Rsi wiwaha adalah pernikahan dengan mas kawin; dan Prajapati wiwaha adalah pernikahan yang direstui oleh kedua belah pihak.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Di masyarakat Hindu modern dewasa ini sering ditemui cara perkawinan campuran dari cara-cara yang pertama, ketiga, dan keempat. Singkatnya, perkawinan yang baik adalah dengan lelaki yang berpendidikan, berbudi luhur, berpenghasilan, dan disetujui oleh orang tua dari kedua pihak.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Selanjutnya dalam Kitab Suci itu juga diulas bahwa pernikahan adalah “Dharma Sampati” artinya “Tindakan Dharma” karena melalui pernikahan, ada kesempatan re-inkarnasi bagi roh-roh leluhur yang diperintahkan Hyang Widhi untuk menjelma kembali sebagai manusia.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Dalam tinjauan Dharma Sampati itu terkandung peranan masing-masing pihak yaitu suami dan istri yang menyatu dalam membina rumah tangga. Istri disebut sebagai pengamal “Dharma”dan Suami disebut sebagai pengamal “Shakti”.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Peranan istri dapat dikatakan sebagai pengamal Dharma, karena hal-hal yang dikerjakan seperti: mengandung, melahirkan, memelihara bayi, dan seterusnya mengajar dan mendidik anak-anak, mempersiapkan upacara-upacara Hindu di lingkungan rumah tangga, menyayangi suami, merawat mertua, dll.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Peranan suami dapat dikatakan sebagai pengamal Shakti, karena dengan kemampuan pikiran dan jasmani ia bekerja mencari nafkah untuk kehidupan rumah tangganya.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Kombinasi antara Dharma dan Shakti ini menumbuh kembangkan dinamika kehidupan. Oleh karena itu pula istri disebut sebagai “Pradana” yang artinya pemelihara, dan suami disebut sebagai “Purusha”artinya penerus keturunan.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Bila perkawinan disebut sebagai Dharma, maka sesuai hukum alam (Rta): “rwa-bhineda” (dua yang berbeda), maka ada pula yang disebut Adharma. Dalam hal ini perceraian adalah Adharma, karena dengan perceraian, timbul kesengsaraan bagi pihak-pihak yang bercerai yaitu suami, istri, anak-anak, dan mertua.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Maka dalam Agama Hindu, perceraian sangat dihindari, karena termasuk perbuatan Adharma atau dosa.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Istri harus dijaga dengan baik, disenangkan hatinya, digauli dengan halus sesuai dengan hari-hari yang baik sebagaimana disebut dalam Manava Dharmasastra III.45:</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="Times New Roman","serif";mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >RTU KALABHIGAMISYAT, SWADHARANIRATAH SADA, PARVAVARJAM VRAJEKSAINAM, TAD VRATO RATI KAMYAYA</span></b></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan badan pada hari-hari yang baik.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Selanjutnya MD III.55:</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="Times New Roman","serif";mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >PITRBHIR BHATRBHIS, CAITAH PATIBHIR DEVARAISTATHA, PUJYA BHUSAYITA VYASCA, BAHU KALYANMIPSUBHIH</span></b></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Istri harus dihormati dan disayangi oleh mertua, ipar, saudara, suami dan anak-anak bila mereka menghendaki kesejahteraan dirinya.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Ucapan “sorga ada ditangan wanita” bukanlah suatu slogan kosong, karena ditulis dalam MD.III.56:</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="Times New Roman","serif";mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >YATRA NARYASTU PUJYANTE, RAMANTE TATRA DEVATAH, YATRAITASTU NA PUJYANTE, SARVASTATRAPHALAH KRIYAH</span></b></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Di mana wanita dihormati, di sanalah pada Dewa-Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Lebih tegas lagi dalam pasal berikutnya: 57:</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="Times New Roman","serif";mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >SOCANTI JAMAYO YATRA, VINASYATYACU TATKULAM, NA SOCANTI TU YATRAITA, VARDHATE TADDHI SARVADA</span></b></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Di mana wanita hidup dalam kesedihan, keluarga itu akan cepat hancur, tetapi di mana wanita tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Dan pasal 58:</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="Times New Roman","serif";mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >JAMAYO YANI GEHANI, CAPANTYA PATRI PUJITAH, TANI KRTYAHATANEVA, VINASYANTI SAMANTARAH</span></b></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Rumah di mana wanitanya tidak dihormati sewajarnya, mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Mengingat demikian penting dan sucinya kedudukan wanita dalam rumah tangga, maka para orang tua memberikan perhatian khusus di bidang pendidikan dan pengajaran kepada anak wanita sejak kecil. Tradisi turun temurun pada lingkungan keluarga Hindu misalnya seorang anak wanita harus lebih rajin dari anak lelaki.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Ia bangun pagi lebih awal, menyapu halaman, membersihkan piring, merebus air, menyediakan sarapan, mesaiban, memandikan adik-adik, dan yang terakhir barulah mengurus dirinya sendiri. Ia harus pula bisa memasak nasi, mejejaitan, mebebantenan, menjama beraya, dan banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan adat dan agama.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Tanpa wanita seolah-olah kegiatan di dunia ini terhenti, sehingga seorang lelaki dewasa yang belum juga menikah dianggap suatu keanehan, kecuali memang niatnya melakukan berata “nyukla brahmacari” artinya tidak kawin seumur hidup seperti yang dilakukan oleh Maha Rsi Bisma dalam ephos Mahabharata, dengan tujuan tertentu, yaitu memberikan kesempatan kepada keturunan adik tirinya menduduki tahta kerajaan.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Wanita Hindu juga dibelenggu oleh sederetan norma-norma yang lebih ketat sehingga membedakan perilakunya di masyarakat dengan kaum lelaki. Pada beberapa hal ia tidak boleh melakukan hal yang sama seperti laki-laki. Baru zaman sekarang saja wanita “dibolehkan” memakai celana panjang, menyetir mobil, pergi ke mana-mana sendirian, berbicara bebas, dll.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Itu semua sebagai dampak pengaruh budaya dari “luar” Hindu. Di beberapa negara yang masih ketat melaksanakan norma-norma Hindu, wanita masih berlaku demikian, misalnya di India dan Nepal. Di sana malah ada yang masih menutupi wajahnya dengan cadar, dan sangat tabu memakai pakaian yang menampakkan aurat walau seminimal mungkin.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Wanita Hindu Nusantara di masa kini dan di masa depan tentulah tidak boleh ketinggalan dari kaum lelaki dalam menempuh karir dan pendidikan serta menyelenggarakan kehidupan sebagaimana mestinya.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Persoalannya adalah bagaimana menempatkan diri secara bijaksana, sehingga peranan semula sebagai “pengamal Dharma” dalam rumah tangga tetap dapat dipertahankan sesuai dengan ayat-ayat Kitab Suci Veda seperti yang dikemukakan tadi.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" >Berbagai upaya mesti dirancang dengan baik oleh ibu-ibu rumah tangga sejak awal, mendidik anak-anak gadisnya, membesarkan dalam nuansa Hindu, dan akhirnya ketika gadis, sudah siap menjadi pengamal Dharma atau dengan kata lain, matang untuk menjadi istri atau pendamping suami yang baik.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-family:arial;font-size:100%;color:black;">Om A no bhadrah krattavo yantu visvatah.</span><span style="Times New Roman","serif"; mso-fareast-Times New Roman"font-family:";font-size:100%;" ></span></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-61426759773975034502011-07-27T20:08:00.000-07:002011-07-27T20:16:32.669-07:00Tidak Mudah Meninggalkan Hindu<span style="font-family:arial;font-size:100%;"><span style="font-size:12pt;">Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti, tetapi lebih merupakan sebuah pertimbangan jernih untuk tidak mudah mengambil keputusan meninggalkan agama Hindu, karena pertimbangan logika. Memilih agama yang dianggapnya tepat, merupakan hak asasi. Demikian pula bagi umat Hindu, berpindah agama sah-sah saja. Namun ada yang harus dipertimbangkan dengan matang, bagi umat Hindu yang ingin meninggalkan agamanya karena alasan duniawi, bahkan karena perkawinanpun juga perlu berhati-hati. Pastikan bahwa keputusan itu tidak menimbulkan masalah dikemudian hari, khususnya menjelang ajal dan setelahnya.<br /><br />Hindu memang bukan agama yang menjanjikan kekayaan, kemashuran yang sifatnya duniawi. Walaupun tidak sedikit umat Hindu, yang karena upaya dan karma wesananya menikmati kesuksesan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Hindu tidak melarang umatnya kaya raya, mashyur, terkenal dan sekses. Semakin kaya semakin baik. Hanya saja harus diingat, bahwa semakin kaya seseorang semakin banyak kewajiban yang harus dilakukan. Kalau ini dilupakan, akan menjadi boomerang. Bagi Hindu, hidup bukan hanya duniawi,bukan hanya jasmani dan rohani, tetapi juga spiritual. Bahkan kehidupan setelah mati juga harus dipertimbangkan, agar tidak menjadi limbah-limbah spirit yang hanya mengotori alam ini.<br /><br />Hindu juga tidak banyak berbicara tetang surga, karena menurut ajaran Hindu, surga tidak permanen dan hanya persinggahan sementara. Seburuk buruknya manusia Hindu, kalau sekedar untuk mencapai swargaloka, mungkin bukan sesuatu yang sulit. Manusia Hindu harus berusaha melewati sorga, menuju dimensi yang lebih tinggi, tidak terhenti pada dimensi ini.<br /><br />Meninggalkan agama Hindu, berarti mengingkari proses terciptanya manusia Hindu. Seringkali dikatakan bahwa seseorang menjadi Hindu sejak dilahirkan. Pemahaman ini perlu diterangkan lebih jelas. Bahwa secara spiritual, seseorang menjadi Hindu sejak terjadi konsespsi (pembuahan) dalam kandungan seorang ibu. Setelah bertemunya kama bang (sel telur) dengan kama petak (sel sperma) dan terjadi pembuahan, maka pada saat itu Iswara mengisi atman. Sejak saat itulah calon bayi sudah tercatat sebagai umat Hindu.<br /><br />Setelah itu janin akan tumbuh dan berkembang hingga menjadi manusia dewasa. Dan semua pertumbuhan dan perkembangan ini dilandasi dengan pola Hindu bukan yang lain. Seluruh organ fisik maupun intelektualnya berkembang dalam nuansa Hindu. Wadah ini tidak mungkin diisi dengan sesuatu yang tidak sejalan dengan landasan yang membentuknya sejak awal. Sehingga tubuh dan jiwa yang sudah baku oleh kehinduannya, tidak mudah dirubah ataupun diganti dengan ajaran lainnya. Kalau toh dipaksakan maka itu hanya bersifat sementara, membuang waktu dan energy. Akhirnya kesana tidak , kesini juga tidak.<br /><br />Beberapa kisah nyata berikut ini membuktikan bahwa paparan di atas bukan omong kosong, tetapi bukti autentik yang tak terbantahkan.<br /><br /><br />TUKANG KUBUR FRUSTASI.<br /><br />Awat tahun 2008 ini di Bekasi seorang pria Hindu meninggal, namun dimakamkan tidak secara ritual Hindu. Istrinya, yang tadinya non Hindu, tetapi telah mengikuti proses sudhi wadani dan pernikahan secara Hindu berkeras bahwa suaminya bukan umat Hindu. Padahal keluarga yang cukup mapan secara ekonomi dan telah dikaruniai dua putra ini dikenal rajin ke Pura. Entah bagaimana, kok setelah suaminya meninggal, istrinya ngotot suaminya tidak boleh diupacarakan secara Hindu. Walaupun kecewa, namun umat Hindu wilayah Banjar Bekasi menghormati keputusan itu. Hadir dirumah duka, tetapi tidak berbuat apapun. Namun dalam sekejap semua itu berubah, ketika penggali makam mogok, tidak mau menggali. Ternyata telah terjadi kejadian yang aneh, saat penggalian makam. Pengalian pertama baru beberapa jengkal dalamnya, penggalian terhenti karena terdapat batu besar yang tidak memungkinkan penggalian. Ketika digali lokasi lain, penggalian juga terhenti karena ternyata ada jenasah, sehingga penggalian terhenti lagi. Maka tukang galipun keder, dan mogok. Mereka menolak untuk menggali lagi. “seumur hidup baru kali ini saya mengalami seperti ini” katanya dengan wajah pucat, ketakutan. Dan keluarga mendiang juga panic dan bingung.<br /><br />Mengetahui kondisi ini, pimpinan umat Hindu yang hadir memeberanikan diri untuk meminta ijin kepada istri mendiang, agar diperbolehkan mendoakan mendiang secar Hindu. Tadinya ditolak dengan keras oleh keluarga. Karena tidak ada pilihan, dengan terpaksa diijinkan. Lalu umat Hindu yang hadir berdiri mengelilingi jenasah dan berdoa secara Hindu. Selesai berdoa, tukang gali kemudian dibujuk untuk menggali lagi. Dan ternyata semuanya lancer. Tiada halangan hingga pemakaman selesai. Rupanya mendiang tidak rela diupacarai secara nin Hindu, permasalahan masih berlanjut. Setelah pemakaman, hamper setiap malam, dikamar mandi terdengar suara-suara orang yang sedang mandi. Dan putra bungsu mendiang seringkali melihat almarhum ayahnya dirumah. Akibatnya seluruh anggota keluarga ketakutan dan setiap malam semuanya tidur dalam satu kamar.<br /><br />MERATAP DI KUBURAN.<br /><br />Kisah lain yang terlupakan masih di Bekasi, beberapa tahun lalu istri seorang umat Hindu meninggal. Sebelumnya, ia umat non Hindu, tetapi sejak menikah telah mengikuti agama suami dengan upacara pernikahan secara Hindu. Putri sulungnya menolak, ketika ibunya akan diupacarai secara Hindu. Celakanya, ayahnya mengikuti kehendak putrinya yang berkeras agar ibunya dimakamkan dengan ritual non Hindu. Kembali umat Hindu kecewa. Tetapi yang terjadi kemudian, kehidupan putrid sulung tadi hancur berantakan, ia stress berat. Tiga bulan setelah pemakaman ibunya, ia bersujud penuh penyesalan dimakam ibunya, memohon maaf. Setelah itu, kesehatannya menurun, ia menderita jiwa, dan akhirnya meninggal dengan mengenaskan. Tak lama kemudian ayahnya juga meninggal.<br /><br />MENJADI KESET<br /><br />Beberapa tahun lalu seorang gadis asal Singaraja menikah dengan seorang pria non Hindu asal Bandung. Wanita itu mengikuti keyakinan suaminya dan tinggal di Bandung. Kemudian wanita itu meninggal. Suatu hari, keluarga di Singaraja mengunjungi seorang dasaran (balian/dukun) di Bali, untuk konsultasi tentang beberapa hal. Tidak ada hubungan dengan wanita itu. Tiba-tiba saja, dasaran itu kerasukan dan menyampaikan salam non Hindu. Tiada seorangpun menyahut, karena merasa tidak ada hubungan. Karena tidak ada yang menyahut, suara dasaran itu mendadak seperti perempuan dan berkata, “ini saya………….” Sambil menyebutkan namanya. “tolong saya, saya kepanasan, sudah tidak tahan lagi. Tolong saya diaben,” sambungnya memelas. Saya dijadikan alas kaki (keset) disebuah……… oleh orang orang metengkuluk putih, ia menyebutkan sebuah tempat ibadah non Hindu. Masih banyak kisah-kisah lainnya, yang perlu mendapat perhatian untuk pertimbangan.<br /><b>Oleh : Dewa K. Suratnaya<br /><br /><a href="http://pangpadetulus.blogspot.com"><span style="font-style: italic;">Sumber</span></a><br /></b></span></span><p style="font-family: arial;"></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-49864989400327733902011-07-27T19:50:00.000-07:002011-07-27T20:00:12.882-07:00Menguak Misteri Gayatri Mantram melalui Meditasi<!--[endif]----><span style="font-size:100%;"><b style="font-family: arial;">Om bhur buwah svah</b><br /><b style="font-family: arial;"> Tat savitur varenyam</b><br /><b style="font-family: arial;"> Bhargo devasya dimahi</b><br /><b style="font-family: arial;"> Dhiyo yo nah pracodayat Om</b><br /><b style="font-family: arial;"> </b></span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Artinya :</span><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;"> Om cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, O Tuhan yang muncul melalui sinar-Nya matahari sinarilah budi kami.</span><br /><span style="font-family: arial;">Inilah makna dari mantra yang memiliki semua bija mantra yang kesemuanya melambangkan dari kekuasaan Brahman dalam cahaya suciNya.</span><br /><span style="font-family: arial;">Om melambangkan Tuhan, Bhur mewakili bumi, bhuvah melingkupi semua bagian dari daerahnya dewata-dewata dan setengah dewata sampai matahari. Sedangkan Svah mewakili dimensi alam ketiga yang diketahui dengan nama svargaloka dan semua loka-loka yang cemerlang diatasnya.</span><br /><span style="font-family: arial;">Gayatri mantra ini mempunyai getaran yang sangat kuat sehingga seseorang dalam pencarian rohaninya apabila tulus mengucapkan Gayatri Mantra ini akan membawa kepada pencerahan bathin.</span><br /><span style="font-family: arial;">Banyak buku yang mengulas kehebatan Gayatri Mantra tersebut. Namun tidak ada guru yang bisa memberikan pelajaran secara sistimatis sehingga tidak ada pegangan yang kuat bagi murid-murid untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.</span><br /><span style="font-family: arial;">Gayatri mantra pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia, ini disebabkan mantra tersebut mewakili dari setiap elemen dasar manusia dan alam. Manusia memiliki 3 bagian badan yaitu badan fisik, badan energy (aura atau cahaya) dan badan roh (atma) ketiga bagian ini saling terkait satu dengan yang lainnya.</span><br /><span style="font-family: arial;">Badan fisik berhubungan dengan organ vital, jantung, paru-paru, ginjal dan lainnya sedangkan badan energy berhubungan dengan nafas dan prana serta badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman.</span><br /><span style="font-family: arial;">Dijaman yang serba tidak pasti ini banyak sekali bermunculan suatu masalah dalam kehidupan seperti contoh agama, ekonomi, sial dan lain-lain dan yang lebih parah lagi adalah banyak kasus penyakit. Tidak bisa disangkal lagi bahwa jaman ini materi menjadi tujuan yang paling utama, karena materi bagi seseorang menjanjikan sebuah kebahagian.</span><br /><span style="font-family: arial;">Karena pencitraan yang sangat kuat ini, banyak orang pada jaman sekarang melakukan perbuatan yang berorentasi pada harta. Segala cara apapun dilakukan asalkan terpenuhi nafsunya serta ambisinya. Tidak di dunia ekonomi saja terjadi seperti itu , di dunia energipun banyak orang yang menggunakan kekuatan mistik hitam untuk mencelakai secara halus, ini terlepas dari percaya atau tidak dengan hal ilmu hitam.</span><br /><span style="font-family: arial;">Banyak bermunculan dukun-dukun serta paranormal yang menjanjikan serta menjual berbagai macam kebolehan serta asesoris untuk kedigjayaan atau kesaktian. Apabila seseorang tidak kuat iman, bisa dipastikan jaman sekarang akan menjadi budak dari sekian pencitraan yang mencekam dalam kehidupan ini.</span><br /><span style="font-family: arial;">Lalu haruskan kita lari dari kehidupan ini dan mengasingkan diri untuk pergi ke hutan atau gua dan apakah kita mengambil jalan singkat bunuh diri ? Kedua-duanya adalah jalan yang konyol, kita harus menghadapi gelombang badai tersebut, namun dengan cara yang sangat halus dan bijak.</span><br /><span style="font-family: arial;">Apa yang disebut dengan suara, karena kita mempunyai indra telinga, dan apa yang disebut dengan cahaya, warna, dunia, karena kita mempunyai otak serta indra mata. Andaikan saja seorang buta dan tuli sejak lahir pasti baginya dunia tidak ada, inilah yang disebut dengan ikatan indra dengan alam semesta.</span><br /><span style="font-family: arial;">Untuk bisa terhindar dari masalah tersebut, tiada jalan lain kecuali mencari masalah itu jauh ke dalam hati dan pikiran sebab disanalah kemelut itu bercokol</span><br /><br /><b style="font-family: arial;">Meditasi dengan gayatri mantra</b><br /><span style="font-family: arial;">Sudah dikatakan Gayatri Mantram mempunyai vibrasi sangat kuat terhadap otak dan batin asalkan tahu bagaimana cara menggunakan mantra tersebut.</span><br /><span style="font-family: arial;">Meditasi pada hakekatnya berhubungan dengan pikiran kesadaran serta spirit dan sangat dibutuhkan guru yang khusus. Apabila anda ingin menjadikan Gayatri mantram sebagai bagian dari meditasi anda harus melakukan puasa putih selama dua hari untuk memohon berkat dari Maha Dewi. Lakukan puasa sesuai dengan hari lahir anda (sapta wara) dari jam 06.00 padi sampai besoknya jam 06.00 pagi, hanya makan nasi putih dan minum air putih saja tanpa yang lainnya.</span><br /><span style="font-family: arial;">Dalam melakukan puasa lakukan puja Gayatri setiap pagi menghadap matahari terbit, siang hari dan malam hari . dalam mengucapkan Gayatri Mantra enam kali untuk pagi hari empat kali untuk siang hari dan duapuluh Sembilan kali untuk malam hari. Lakukan puasa dan puja Gayatri dengan ketulusan hati jangan memohon suatu daya-daya sakti tertentu sebab belum tentu keinginan anda akan terpenuhi setelah melakukan puasa dan puja Gayatri selama dua hari barulah anda diperkenankan untuk melakukan meditasi terhadap Gayatri Mantram sebab api spirit anda sudah menyata.</span><br /><br /><b style="font-family: arial;">Teori Meditasi</b><br /><span style="font-family: arial;">Sebelum meditasi cucilah muka, tangan serta kaki atau anda mandi untuk membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan menjadi segar. Duduklah dengan memakai alas dari kain, tikar atau selimut, posisi punggung tegak lurus dan tangan diletakkan di pangkuan dalam posisi rilek. Pejamkan mata serta tenangkan pikiran beberapa detik, setelah itu ucapkan mantra Om Bhur, Om Buvah, Om Svah “, ucapkan dengan suara lambat serta santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, ini bertujuan untuk membersihkan lapisan pikiran. Setelah itu rasakan nafas keluar dan masuk secara alami dari kedua lubang hidung kita. Jangan membayangkan atau yang lainnya. Pikiran cukup diarahkan untuk mengamati dan merasakan nafas, hanya itu. Apapun sensasi dari nafas jangan dijadikan masalah, rasakan nafas dan rasakan nafas tersebut.</span><br /><span style="font-family: arial;">Jangan pula menarik, menahan, mengeluarkan nafas seperti latihan pranayama, tapi biarkan nafas tersebut dengan alami dan rilek, tidak ada unsur pemaksaan nafas, amati, rasakan dan santai, hanya itu.</span><br /><span style="font-family: arial;">Apabila pikiran sudah tenang akibat merasakan nafas, detik berikutnya arahkan konsentrasi anda pada ubun-ubun sambil membaca Gayatri Mantra, Om Bhur, Om Bhuvah, Om Svah, tat savitur varenyam, bhargo devasya dimahi, dhiyo yo nah pracodayat.</span><br /><span style="font-family: arial;">Arahkan pikiran serta getaran suara mantra pada ubun-ubun anda cukup meniatkan, bukan membayangkan atau menghayalkan apaun kecuali merasakan ubun-ubun dan getaran mantra.</span><br /><span style="font-family: arial;">Jangan memindahkan pikiran ke ubun-ubun bilamana pikiran anda belum tenang, sebab sangat berbahaya, yang harus diutamakan adalah tenangkan pikiran lewat merasakan nafas dulu.</span><br /><span style="font-family: arial;">Meditasi dengan Gayatri mantra sangat efektif untuk berbagai macam keperluan seperti melindungi diri dari energy negative, kecantikan, kekuatan batin, kecerdasan dan lain-lain. Kekuatan Gayatri mantra tidak bisa berfungsi apabila disertai niat yang kurang baik. Meditasi Gayati mantra apabila dilakukan dengan baik secara tulus akan banyak muncul keajaiban-keajaiban yang tidak bisa kita sangka. Gayatri mantra bukan bekerja pada maksud si mediator namun karunia energy rahmat dari Maha Devi Gayatri yang berhak menentukan. Bagaikan mobil, sang sopirlah yang tahu kemana tujuan dari mobil itu bukan tujuan dari mobil yang dituruti oleh sang sopir.</span><br /><span style="font-family: arial;">Energy Gayatri masuk dari ubun-ubun melalui tulang belakang serta menyebar keseluruh tubuh fisik, tubuh energy dan atma.</span><br /><span style="font-family: arial;">Banyak guru-guru suci yang tercerahkan mengatakan “pencerahan akan kalian dapatkan pada Gayatri Mantram, pada jaman kaliyuga ini tiada yang mampu melepaskan lapisan kekotoran pikiran selain getaran halus dari Gayatri Mantra.</span><br /><br /><b style="font-family: arial;">Tips.</b><br /><span style="font-family: arial;">Apabila anda merasa ada sakit yang disebabkan oleh ulah niat jahat seseorang dan kalau percaya dengan hal ini anda bisa menggunakan cara berikut ini.</span><br /><span style="font-family: arial;">Sediakan air bersih, higienis, untuk diminum, lalu jemurlah air tersebut pada cahaya matahari serta cahaya bulan di malam hari, setelah air tersebut dijemur oleh kedua unsur cahaya tersebut berdoalah pada Tuhan sambil membaca Gayatri Mantra 11 kali, setiap habis membaca Gayatri Mantra tiuplah nafas anda pada air tersebut. Air tersebut bisa dimunum atau dipakai campuran obat, mandi dan lain-lainnya . dengan kekuatan ini segala macam bentuk energy jahat dari seseorang akan hancur oleh kekuatan dari mantra tersebut, hal ini sering terbukti di daerah-daerah terpencil.</span><br /><span style="font-family: arial;">Ada banyak lagi cara-cara yang bisa dijadikan renungan, betapa gayatri mantra mampu untuk menghadapi dilemma dalam hidup ini.</span><br /><i style="font-family: arial;">(I Gede Putra Mahendra,) </i></span><p style="font-family: arial;"></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-45189417209832275422010-07-15T03:50:00.000-07:002010-07-15T04:01:25.737-07:00Kerangka Dasar Agama Hindu<div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.</span><br /><br /><br /><span style="font-family:arial;">Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >1. Tattwa (Filsafat)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Ke arah kesempurnaan lahir dan batin yaitu Jagadhita dan Moksa. Ada 4 (empat) jalan yang bisa ditempuh, jalan itu disebut Catur Marga.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Demikianlah tattwa Hindu Dharma. Tidak terlalu rumit, namun penuh kepastian. Istilah- istilah yang disebutkan di atas janganlah dianggap sebagai dogma, karena dalam Hindu tidak ada dogma. Yang ada adalah kata- bantu yang telah disarikan dari sastra dan veda, oleh para pendahulu kita, agar lebih banyak lagi umat yang mendapatkan pencerahan, dalam pencarian kebenaran yang hakiki.</span><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >2. Susila (Etika)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari- hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi- sendi kesusilaan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Di dalam filsafat (Tattwa) diuraikan bahwa agama Hindu membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup seutuhnya, oleh sebab itu ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budi pekerti yang luhur, membina umatnya menjadi manusia susila demi tercapainya kebahagiaan lahir dan batin.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Kata Susila terdiri dari dua suku kata: "Su" dan "Sila". "Su" berarti baik, indah, harmonis. "Sila" berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau) mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan. Dalam hubungan ajaran susila beberapa aspek ajaran sebagai upaya penerapannya sehari- hari diuraikan lagi secara lebih terperinci.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"><br /><span style="font-weight: bold;">Tri Kaya Parisudha</span></span><br /><span style="font-family:arial;">Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Panca Yama dan Niyama Brata</span><br /><span style="font-family:arial;">Lima Kebaikan yang harus dilakukan dan Lima keburukan yang harus dipantang.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Tri Mala</span><br /><span style="font-family:arial;">Tiga sifat buruk yang dapat meracuni budi manusia yang harus diwaspadai dan diredam sampai sekecil- kecilnya.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Sad Ripu</span><br /><span style="font-family:arial;">Sad Ripu adalah enam musuh di dalam diri manusia yang selalu menggoda, yang mengakibatkan ketidakstabilan emosi.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Catur Asrama</span><br /><span style="font-family:arial;">Empat tingkat kehidupan manusia dalam agama Hindu, disesuaikan dengan tahapan- tahapan jenjang kehidupan yang mempengaruhi prioritas kewajiban menunaikan dharmanya.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Catur Purusa Artha</span><br /><span style="font-family:arial;">Empat dasar tujuan hidup manusia</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Catur Warna</span><br /><span style="font-family:arial;">Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Catur Guru</span><br /><span style="font-family:arial;">Empat kepribadian yang harus dihormati oleh setiap orang Hindu.</span><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >3. Upacara- Yadnya</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/ rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.</span><br /><span style="font-family:arial;">Di dalamnya terkandung nilai- nilai:</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Rasa tulus ikhlas dan kesucian.</span><br /><span style="font-family:arial;">Rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan.</span><br /><span style="font-family:arial;">Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra).</span><br /><span style="font-family:arial;">Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.</span><br /><br /><br /><span style="font-family:arial;">Pembagian Yadnya</span><br /><span style="font-family:arial;">Untuk memudahkan pembahasan, yadnya dibagi- bagi sebagai berikut</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Menurut tingkat pelaksanaannya</span><br /><span style="font-family:arial;">Menurut jenisnya (panca yadnya)</span><br /><span style="font-family:arial;">Menurut waktu pelaksanaannya</span><br /><span style="font-family:arial;">Menurut cara menjalankannya (panca marga yadnya)<br /><br /><a href="http://www.iloveblue.com"><span style="font-style: italic;">Sumber</span></a><br /></span></div>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-35973772510993052882010-07-15T03:30:00.000-07:002010-07-15T03:35:56.484-07:00Weda Sumber Ajaran Agama Hindu<div style="font-family: arial; text-align: justify;" class="fullpost"><strong>Pengertian Weda</strong></div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"> </p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Bahasa Weda</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Pembagian dan Isi Weda</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Srutistu wedo wijneyo dharma<br />sastram tu wai smerth,<br />te sarrtheswamimamsye tab<br />hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).</em><br /><br />Artinya:<br />Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)<em><br /><br /> Weda khilo dharma mulam<br />smrti sile ca tad widam,<br />acarasca iwa sadhunam<br />atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).</em><br /><br />Artinya:<br />Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Srutir wedah samakhyato<br />dharmasastram tu wai smrth,<br />te sarwatheswam imamsye<br />tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).</em><br /><br />Artinya:<br />Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>SRUTI</strong><br /><br />Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><strong>Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><strong>Sama Weda Samhita.</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.<br /><br /><strong>Yajur Weda Samhita.</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.<br /><br /><strong>Atharwa Weda Samhita</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><strong>SMERTI</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><strong>Kelompok Wedangga:</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(1).Siksa (Phonetika)</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(2).Wyakarana (Tata Bahasa)</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(3).Chanda (Lagu)</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(4).Nirukta</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(5).Jyotisa (Astronomi)</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(6).Kalpa</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><strong>Kelompok Upaweda:</strong></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(1).Itihasa</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(2).Purana</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(3).Arthasastra</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(4).Ayur Weda</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">(5).Gandharwaweda</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><a href="http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=483&Itemid=96"><span style="font-style: italic;">Sumber</span></a><br /></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-32504958011439165092010-07-15T01:35:00.000-07:002010-07-15T01:39:04.249-07:00Sejarah Agama Hindu<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;">Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.</span><br /> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Agama Hindu di India</strong><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Masuknya Agama Hindu di Indonesia</strong><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.<br /><em></em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya.</em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.<br /><em></em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Mookerjee (ahli - India tahun 1912).</em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.<br /><em></em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Moens dan Bosch (ahli - Belanda)</em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.</strong><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:<br /><em></em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):</em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.<br /><em></em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><em>Prasasti Porong (Jawa Tengah)</em></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><br /><strong>Agama Hindu di Indonesia</strong><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.<br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><a style="font-style: italic;" href="http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=486&Itemid=81">Sumber</a><br /></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6831326946706406517.post-21704556386653234852010-07-15T01:22:00.000-07:002010-07-15T01:30:23.054-07:00Pengertian dan Tujuan Agama Hindu<p style="font-family: arial; text-align: justify;">Agama sebagai pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib dan methafisika secara esthimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "A" dan "gam". "a" berarti tidak dan "gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang dimaksudkan memiliki sifat langgeng (kekal, abadi dan tidak berubah-ubah) hanyalah Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran yang diwahyukan-Nya adalah kebenaran abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan kapan saja.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Berangkat dari pengertian itulah, maka agama adalah merupakan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi dengan tujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup yang berupa kebahagiaan yang maha tinggi dan kesucian lahir bathin.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify; font-weight: bold;">TUJUAN AGAMA HINDU</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Tujuan agama Hindu yang dirumuskan sejak Weda mulai diwahyukan adalah "Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma", yang artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin. Tujuan ini secara rinci disebutkan di dalam Catur Purusa Artha, yaitu empat tujuan hidup manusia, yakni Dharma, Artha, Kama dam Moksa.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Dharma berarti kebenaran dan kebajikan, yang menuntun umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Artha adalah benda-benda atau materi yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan hidup manusia. Kama artinya hawa nafsu, keinginan, juga berarti kesenangan sedangkan Moksa berarti kebahagiaan yang tertinggi atau pelepasan.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Di dalam memenuhi segala nafsu dan keinginan harus berdasarkan atas kebajikan dan kebenaran yang dapat menuntun setiap manusia di dalam mencapai kebahagiaan. Karena seringkali manusia menjadi celaka atau sengsara dalam memenuhi nafsu atau kamanya bila tidak berdasarkan atas dharma. Oleh karena itu dharma harus menjadi pengendali dalam memenuhi tuntunan kama atas artha, sebagaimana disyaratkan di dalam Weda (S.S.12) sebagai berikut:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Kamarthau Lipsmanastu</span><br /><span style="font-style: italic;">dharmam eweditaccaret,</span><br /><span style="font-style: italic;">na hi dhammadapetyarthah</span><br /><span style="font-style: italic;">kamo vapi kadacana.</span><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Artinya:<br />Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka hendaknyalah dharma dilakukan terlebih dahulu. Tidak dapat disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti. Tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Jadi dharma mempunyai kedudukan yang paling penting dalam Catur Purusa Artha, karena dharmalah yang menuntun manusia untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Dengan jalan dharma pula manusia dapat mencapai Sorga, sebagaimana pula ditegaskan di dalam Weda (S.S.14), sebagai berikut:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Dharma ewa plawo nanyah</span><br /><span style="font-style: italic;">swargam samabhiwanchatam</span><br /><span style="font-style: italic;">sa ca naurpwani jastatam jala</span><br /><span style="font-style: italic;">dhen paramicchatah</span><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Artinya:<br />Yang disebut dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu yang merupakan alat bagi saudagar untuk mengarungi lautan.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Selanjutnya di dalam Cantiparwa disebutkan pula sebagai berikut:</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Prabhawar thaya bhutanam</span><br /><span style="font-style: italic;">dharma prawacanam krtam</span><br /><span style="font-style: italic;">yah syat prabhawacam yuktah</span><br /><span style="font-style: italic;">sa dharma iti nicacayah</span><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Artinya:<br />Segala sesuatu yang bertujuan memberi kesejahteraan dan memelihara semua mahluk, itulah disebut dharma (agama), segala sesuatu yang membawa kesentosaan dunia itulah dharma yang sebenarnya.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Demikian pula Manusamhita merumuskan dharma itu sebagai berikut:<br /><span style="font-style: italic;">"Weda pramanakah creyah sadhanam dharmah"</span><br />Artinya:<br />Dharma (agama) tercantum didalam ajaran suci Weda, sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan hidup, bebasnya roh dari penjelmaan dan manunggal dengan Hyang Widhi Wasa (Brahman).</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Weda (S.S. 16) juga menyebutkan :</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Yathadityah samudyan wai tamah</span><br /><span style="font-style: italic;">sarwwam wyapohati</span><br /><span style="font-style: italic;">ewam kalyanamatistam sarwwa</span><br /><span style="font-style: italic;">papam wyapohati</span><br /></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Artinya:<br />Seperti halnya matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, memusnahkan segala macam dosa.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;">Demikianlah dharma merupakan dasar dan penuntun manusia di dalam menuju kesempurnaan hidup, ketenangan dan keharmonisan hidup lahir bathin. Orang yang tidak mau menjadikan dharma sebagai jalan hidupnya maka tidak akan mendapatkan kebahagiaan tetapi kesedihanlah yang akan dialaminya. Hanya atas dasar dharmalah manusia akan dapat mencapai kebahagiaan dan kelepasan, lepas dari ikatan duniawi ini dan mencapai Moksa yang merupakan tujuan tertinggi. Demikianlah Catur Purusa Artha itu.</p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><a href="http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=29"><span style="font-style: italic;">Sumber</span></a><br /></p>Wiradanahttp://www.blogger.com/profile/04651290209139758965noreply@blogger.com0